KEPATUHAN TERHADAP HUKUM, UANG, LEGITIMASI DAN TEKANAN SOSIAL
Oleh
Yuhka Sundaya
Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Islam Bandung
Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Ikatan Alumni Universitas Islam Bandung
2009
Kualitas kepatuhan terhadap hukum (undang-undang dan peraturan pemerintah) dari setiap individu dapat menampilkan tiga kemungkinan : patuh, kurang patuh dan tidak patuh. Seorang individu akan mematuhi hukum bila ia mengetahui dan memahami isi hukumnya, menempatkan bobot moral yang lebih tinggi dibandingkan motif uang yang tersimpan dibalik pelanggaran, menilai adanya legitimasi hukum yang kuat dan adanya tekanan sosial yang kuat. Legitimasi adalah penilaian normatif individu mengenai kepantasan tindakan aparat penegak hukum untuk membatasi perilakunya. Kepatuhan akan tinggi bila individu menaruh tingkat legitimasi yang tinggi terhadap aparat penegak hukum. Pelanggaran terhadap hukum juga akan mengancam status sosialnya di masyarakat. Pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang menempatkan dirinya pada status sosial yang rendah.
Sebaliknya, seseorang akan tidak mematuhi hukum bila ia membobot motif uang yang lebih tinggi dibalik pelanggaran meskipun dendanya besar dan diancam hukuman penjara. Apapun kondisinya ia akan selalu melanggar hukum. Kualitas rendah kepatuhan tersebut dapat timbul karena legitimasinya lemah dan tidak ada tekanan sosial. Sementara itu, seseorang bisa menjadi kurang patuh terhadap hukum meskipun tekanan sosialnya sangat tinggi. Kualitas kepatuhan menengah ini dapat terjadi karena legitimasi hukumnya lemah.
Orang yang patuh terhadap hukum dapat menjadi contoh yang sangat baik bagi masyarakat dan sangat menguntungkan lembaga dan aparat penegak hukum. Kualitas moralnya yang tinggi akan mengurangi sumber daya keuangan dari lembaga penegak hukum dalam menunjang kegiatan monitoring, surveillance dan controlling. Sebaliknya, kualitas moral yang rendah akan menimbulkan tingginya sumber daya keuangan lembaga dan aparat penegakan hukum untuk menjamin kuatnya legitimasi hukum. Oleh karena itu, semakin banyak undang-undang dan peraturan, semakin besar pula sumber daya keuangan yang harus disediakan lembaga penegak hukum.
Sumber daya keuangan atau anggaran menjadi pra – kondisi untuk menjamin kuatnya legitimasi hukum. Tapi, anggaran pembangunan di suatu negara tidak hanya dialokasikan untuk upaya penegakan hukum. Anggaran pembangunan pada kenyataanya harus dialokasikan juga untuk pekerjaan pembangunan lainnya : ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan. Pelanggaran terhadap hukum merupakan perbuatan yang sangat tidak produktif, sementara pemerintah harus menunjang kegiatan yang sangat produktif. Oleh karena itu, wajar bila sumber daya keuangan untuk meningkatkan legitimasi hukum akan selalu kurang dari yang seharusnya.
Tekanan sosial adalah alternatif untuk menutupi kurangnya sumber daya keuangan dalam meningkatkan legitimasi hukum. Inilah manfaat riil dari kerangka demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Aksi-aksi yang dilakukan oleh masyarakat merupakan salah satu bentuk tekanan sosial, dan lebih dari itu merupakan bentuk partisipasi mereka dalam kerangka demokrasi. Tekanan sosial akan menusuk kualitas moral seseorang, dan secara tidak langsung akan menunjang kualitas kepatuhan seseorang terhadap hukum pada tempat yang paling tinggi. Oleh karena itu, tekanan sosial harus diapresiasi oleh pemerintah, karena menyimpan potensi besar untuk membantu upaya penegakan hukum. Tekanan sosial tersebut harus diarahkan sebagai aktualisasi amar ma’ruf nahyi munkar.
Terkadang, niat murni tekanan sosial rentan terhadap sikap pemerintah. Sikap pemerintah yang defensif dapat mengubah niat murni menjadi niat politik. Sikap tersebut berpotensi untuk menimbulkan pertanyaan macam-macam dan akhirnya berujung pada spekulasi format tekanan sosial. Oleh karena itu, upaya pemerintah untuk meningkatkan legitimasi hukum dan tekanan sosial dari masyarakat merupakan dua instrumen yang setidaknya dapat menjamin peningkatkan kepatuhan hukum seseorang terhadap perundang-undangan dan peraturan pemerintah. Kedua instrumen tersebut bersifat saling melengkapi asalkan tekanan sosial tersebut tidak diancam-ancam oleh pemerintah. Tekanan sosial dapat menambah rasa takut seseorang untuk melanggar hukum dan menambah efek jera seperti yang diharapkan oleh upaya melegitimasi hukum.
Aksi sosial yang dilakukan oleh berbagai lapisan masayarakat dalam memperingati hari anti korupsi merupakan bentuk momentum tekanan sosial yang perlu diapresiasi. Kegiatan tersebut menjadi ancaman bagi koruptor potensial saat ini dan kelak dikemudian hari. Setidaknya, melalui peringatan tersebut, para koruptor potensial punya lawan dan ancaman sosial dari masyarakat. Dalam argument tersebut, aksi sosial ini memiliki potensi untuk memperkuat upaya legitimasi yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam konteks kehidupan demokrasi, masyarakat dan pemerintah bekerja sama untuk menekan para koruptor potensial. Semoga aksi sosial anti korupsi yang dilakukan masyarakat tersebut dapat mendorong kepatuhan hukum seluruh warga negara. Amiin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Verifikasi Google
google-site-verification: google67145768451a2970.html
-
Masyarakat Adat di Kota Cimahi Yuhka Sundaya Departemen Ekonomi Pembangunan Unisba 2020 Prolog Rencana ‘momotoran’ di Kota Cimahi ...
-
SISTEM EKONOMI PASAR dan LAPTOP SI UNYIL Yuhka Sundaya Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Islam Bandung yuhkas@yahoo.com 2009 “Ada-ada s...
-
Alasan dibalik Pengurangan Subsidi BBM Yuhka Sundaya Dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Islam Bandung (UNISBA) Kekuatan mahasiswa ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar