KORUPSI, SUAP DAN GRATIFIKASI : Fatwa MUI dan Implikasi Teoritis Pada Ilmu Ekonomi



KORUPSI, SUAP DAN GRATIFIKASI : Fatwa MUI dan Implikasi Teoritis Pada Ilmu Ekonomi [1]

ESAI
Yuhka Sundaya
Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Islam Bandung

Pendahuluan

              Asumsi teori yang menyatakan bahwa pelaku ekonomi dan pemerintah memiliki kualitas moral yang tinggi, mungkin kurang cocok. Faktanya, manusia memiliki nafsul lawamah dan mutma’inah. Nafsul lawamah mendorong manusia cenderung pada kejahatan, sedangkan nafsul mutma’inah mendorong manusia pada kebaikan. Manusia mengendalikan dua nafsu ini dalam hidupnya. Oleh karena itu, fakta, seperti halnya korupsi, suap menyuap dan gratifikasi (KSG) tidak dapat diabaikan dalam teori ekonomi. Gratifikasi adalah pemberian hadiah kepada pejabat yang didasari niat untuk sebuah urusan pihak yang memberi dan yang menerima.
              Artikel ini menampilkan bagaimana fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai tiga tindakan tersebut. Di dalamnya menjelaskan pengertian, hukumnya dan seruan MUI, yang diturunkan dari sumber hukum Islam (Al-Qur’an dan Hadists). Artikel ini juga menarik implikasinya pada ilmu ekonomi. Bagian ilmu ekonomi manakah yang dapat menjelaskan KSG ? tindakan teoritis bagaimana yang perlu dilakukan agar teori tersebut dapat membingkai penjelasan mengenai KSG dalam sistem dan perilaku ekonomi ? dua pertanyaan ini disajikan pada bagian ketiga.

Fatwa MUI tentang Korupsi, Suap Menyuap dan Gratifikasi

              Majelas Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang korupsi. Ketetapannya diberi judul : Fatwa Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia Tentang Risywah (Suap) Ghulul (Korupsi) dan Hadiah Kepada Pejabat[2], hasil dari Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia yang berlangsung pada tanggal 23-27 Rabi’ul Akhir 1421 H/ 25-29 Juli 2000 M dan membahas tentang Suap (Risywah) Korupsi (Ghulul) dan Hadiah kepada Pejabat.
              Dalam fatwa tersebut ditampilkan pengertian, hukum dan seruan tentang risywah, ghulul dan hadiah kepada pejabat. Pengertiannya disajikan sebagai berikut :
1.      Risywah adalah pemberian yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain (pejabat) dengan maksud meluluskan suatu perbuatan yang batil (tidak benar menurut syari’ah) atau membatilkan perbuatan yang hak. Pemberi disebut rasyi; penerima disebut murtasyi; dan penghubung antara rasyi  dan murtasyi disebut ra’isy (Ibn al-Atsir, al-Nihayah fi Gharib al-Hadits wa al-Atsar, II, h. 226).
2.      Suap, uang pelicin, money politic dan lain sebagainya (sejenis-red) dapat dikategorikan sebagai risywah apabila tujuannya untuk meluluskan sesuatu yang batil atau membatilkan perbuatan yang hak.
3.      Hadiah kepada pejabat adalah suatu pemberian dari seseorang dan/atau masyarakat yang diberikan kepada pejabat, karena kedudukannya, baik pejabat di lingkungan pemerintahan maupun lainnya.
4.      Korupsi adalah tindakan pengambilan sesuatu yang ada di bawah kekuasaannya dengan cara yang tidak benar menurut syari’at Islam.
              Hukumnya sebagai berikut :
1.      Memberikan risywah dan menerimanya hukumnya adalah haram.
2.      Melakukan korupsi hukumnya adalah haram.
3.      Memberikan hadiah kepada pejabat :
a.       Jika pemberian hadiah itu pernah dilakukan sebelum pejabat tersebut memegang jabatan, maka pemberian seperti itu hukumnya halal (tidak haram), demikian juga menerimanya;
b.      Jika pemberian hadiah itu tidak pernah dilakukan sebelum pejabat tersebut memegang jabatan, maka dalam hal ini ada tiga kemungkinan:
1)      Jika antara pemberi hadiah dan pejabat tidak ada atau tidak akan ada urusan apa-apa, maka memberikan dan menerima hadiah tersebut tidak haram;
2)      Jika antara pemberi hadiah dan pejabat terdapat urusan (perkara), maka bagi pejabat haram menerima hadiah tersebut; sedangkan bagi pemberi, haram memberikannya apabila pemberian dimaksud bertujuan untuk meluluskan sesuatu yang batil (bukan haknya);
3)      Jika antara pemberi hadiah dan pejabat ada sesuatu urusan, baik sebelum maupun sesudah pemberian hadiah dan pemberiannya itu tidak bertujuan untuk sesuatu yang batil, maka halal (tidak haram) bagi pemberi memberikan hadiah itu, tetapi bagi pejabat haram menerimanya.
              Berdasarkan hal itu, MUI memberikan seruan bahwa semua lapisan masyarakat berkewajiban untuk memberantas dan tidak terlibat dalam praktek hal-hal tersebut.

Implikasi Teoritis

              KSG dapat dilakukan manusia pada hubungan yang beragam. KSG dapat dilakukan oleh pelaku ekonomi dengan pemerintah atau dalam suatu perusahaan. Sebagai contoh, pelaku ekonomi yang mengharapkan pemerintah dapat memberikan legalitas atau izin operasi usahanya, padahal jenis usahanya sebut saja dilarang pemerintah. Atau, dalam pemerintahan. Misalnya bagaimana korupsi pada penerimaan negara dari pajak yang dilakukan oleh oknum pemerintah. Kemudian, seorang manajer perusahaan mencoba menutupi kesalahanny dalam pandangan pemilik perusahaan dengan cara memberikan gratifikasi. Dengan demikian, KSG dapat dilakukan ada urusan makroekonomi dan mikroekonomi. KSG pada urusan mikroekonomi akan dijelaskan pada artikel berikutnya, yang dijelaskan oleh teori principle-agent.
              Kita dapat menjelasakannya pada topik pengenai produk domestik bruto (PDB). Dipahami bahwa PDB dapat didekati dari sisi pengeluaran dan produksi. Konsepnya, produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh setiap lapangan usaha digunakan untuk keperluan konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor untuk memenuhi kebutuhan masyarakat negara lain. Ekpresi matematisnya disajikan sebagai berikut :
QA + QM + QS = Y = C + I + G + (X – M)                                       (1)
Dimana :
QA      = produksi agriculture (pertanian)
QM      = produksi manufaktur
QM      = produksi sektor jasa (services)
Y         = PDB
C         = konsumsi
I           = investasi
G         = pengeluaran pemerintah
X         = ekspor
M         = impor

              Salah satu tindakan korupsi bisa berada pada simbol G. Dalam pemerintahan, pejabat tertentu memiliki kekuasaan menggunakan anggaran. Penggunaan anggaran tersebut diatur oleh peraturan pemerintah. Sala satu contoh pasalnya adalah “realisasi pengeluaran pemerintah harus sesuai dengan rencana pemerintah”. Jadi, misalnya rencana G adalah 1 milyar, oleh karena itu realisasinya harus sebesar 1 milyar. Korupsi dapat dilakukan jika dalam realisasinya pejabat tersebut membelanjakan pengeluaran pembangunan sebesar 500 juta, dan separuhnya lagi diambil untuk kepentingannya sendiri. Cara mengambilnya dapat dilakukan dengan berbagai cara. Contohnya adalah meningkatkan harga komponen pengeluaran pemerintah atas kekuasaanya, sedemikian hingga terlaporkannya sebesar 1 milyar.
              Revisi teori PDB dapat dilakukan dengan memperluas definisi PDB. Berdasarkan contoh tersebut, terdapat 2  hal yang memperluas definisi tersebut :
1.      Rencana G = GP
2.      Realisasi G = GR
3.      Besaran korupsi = GK
              Korupsi, dalam contoh, dilakukan dengan cara GP > GR, atau rencana pengeluaran lebih besar dari realisasi pengeluaran. Seharusnya GP tepat sama dengan GR (G = GP = GR). Besaran yang diambil Kondisi ini dapat diinsert ke dalam persamaan 1, sehingga :
 QA + QM + QS = Y = C + I + (GP – GK) + (X – M)                                   (1a)
              Jika GK = 0, maka GP akan sama dengan G. Artinya tidak ada G yang dikorupsi. Jika GK > 0, maka GP akan berkurang, dan korupsi eksis dalam model.
              Bagaimanakah dampak korupsi tersebut terhadap perekonomian ?[3]
C = a + bYd    [fungsi konsumsi)
Yd = Y – T      [fungsi disposable income]
C = a + b (Y – T)
Y = a + b (Y – T) + I + (GP – GK) + (X – M)                                                (1b)
Y = a + bY – bT + I + GP – GK + (X – M)                                                     (1b)
Y – bY = a – bT + I + GP – GK + (X – M)                                                     (1b)
Y (1 – b) = a – bT + I + GP – GK + (X – M)                                                  (1b)
Y = (a – bT + I + GP – GK + (X – M))/((1 – b))                                   (1b)
              Akibat dari korupsi terhadap G dapat ditelusuri dari turunan persamaan (1b) terakhir terhadap GK. Perubahan Y akibat GK adalah dY/dGK = -1/(1 – b). Jika marginal propensity to consume (MPC) sebesar 0.75, maka multiplier yang hilang adalah 1/(1 – 0.75) atau sebesar 4. Jika satuannya milyar, berarti ada manfaat ekonomi makroekonomi yang hilang sebesar 4 milyar rupiah.
              Secara teori, realisasi pengeluaran pemerintah memiliki multiplier effect atau dampak pengganda. Contohnya, pembangunan terminal produk pertanian. Pembangunan tersebut melibatkan pembelian bahan bangunan, sehingga industri manufaktur akan terungkit produksinya. Kemudian melibatkan tenaga kerja, sehingga ada penyerapan tenaga kerja dalam proyek pembangunan tersebut. Meningkatkan produksi manufaktur dan penyerapan tenaga kerja adalah contoh multiplier effect atas realisasi G. Korupsi akan menghilangkan manfaat multiplier tersebut.

Catatan

              Catatan dari pembahasan ini disajikan sebagai berikut :
  1. KSG diharamkan oleh fatwa MUI.
  2. Berdasarkan perluasan teori, Haramnya KSG terwujud melalui berkurangnya multiplier effect yang berarti mengurangi manfaat bagi perekonomian.
  3. Teori yang dikembangkan hanya spesifik pada contoh korupsi terhadap GP. Bentuk korupsi lainnya dapat terjadi pada C, I, X dan M, sehingga secara teori dapat diperluas terhadap variabel tersebut secara simultan.
  4. Teori tersebut menggunakan asumsi yang belum realistik. Realistiknya adalah tindakan pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh contohnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tindakan pengawasan dan pengendalian tersebut akan menarik bila diinsert ke dalam model pendapatan nasional.




[1] Artikel ini digunakan secara internal untuk keperluan pembelajaran Islam Disiplin Ilmu pada Program Studi Ilmu Ekonomi Unisba. Kritik dan saran dapat disampaikan via email : yuhkasun@gmail.com

[2] Didownload pada hari Minggu 22 Oktober 2017 Jam 21.44 pada URL : http://mui.or.id/wp-content/uploads/2017/02/23.-Risywah-suap-Ghulul-korupsi-dan-hadiah-kepada-pejab.pdf
[3] Cek teori pendapatan nasional dalam makroekonomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Verifikasi Google

  google-site-verification: google67145768451a2970.html