PERSEPSI DAN EKSPEKTASI EKONOMI MASYARAKAT KONSUMEN : Kemungkinan Gejolak Sosial
Yuhka Sundaya
April 2020, tingkat keyakinan
konsumen turun. Data tersebut dapat kita akses dari hasil survey Bank
Indonesia, yang dilakukan secara bulanan, namanya adalah Survey Konsumen Bank Indonesia
(SKBI). Frase “keyakinan konsumen” menampilkan data terkait persepsi konsumen
terhadap “kondisi ekonomi saat ini” dengan “ekspektasi” ekonominya selama 6
bulan ke depan. Istilah lain yang menjadi informasi penting dari data tersebut
adalah “optimisme konsumen”. Optimisme terhadap kondisi ekonomi, pada April
2020, melemah cukup dalam dari Maret 2020. Turunnya optimisme tersebut karena
persepsinya terhadap kondisi ekonomi saat ini, yaitu terhadap ketersediaan
lapangan pekerjaan dan barang tahan lama (durable
goods). Turunnya tingkat keyakinan konsumen menampilkan kondisi masyarakat
konsumen Indonesia yang pesimis terhadap ketersediaan lapangan kerja dan durable goods. Mereka memiliki persepsi
adanya penurunan bahkan sulitnya memperoleh pendapatan uang dan barang
pemenuhan kebutuhan. Ini tercermin pada indeks
kondisi ekonomi (IKE) sebesar 62,8, yang bulan sebelumnya sebesar 103,3.
April adalah bulan dimana Pemerintah Pusat dan Daerah memberlakukan Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB), sementara bulan Maret masih bersifat pembatasan sosial
untuk menekan penyebaran COVID-19.
Bagaimana dengan harapan atau
ekspektasi masyarakat konsumen tentang kondisi ekonomi 6 bulan mendatang ?
Jawabannya dapat kita baca pada indeks
ekspektasi konsumen (IEK). Indeksnya di atas 100, yaitu sebesar 106,8. Meskipun
besaran indeksnya turun, yang bulan sebelumnya sebesar 124,3. IEK merangkum
ekspektasi tentang penghasilan, ketersediaan lapangan pekerjaan, dan kegiatan
usaha. Arti dari besaran IEK sebesar 106,8 adalah adanya optimisme masyarakat
konsumen bahwa 6 bulan ke depan, penghasilan mereka akan naik lagi, lapangan
pekerjaan akan tersedia kembali, dan kegiatan usaha akan berkembang lagi.
Ekspektasi demikian segaris dengan harapan adanya relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara
bertahap. Peluang relaksasi PSBB sangat ditentukan oleh kondisi penyebaran
COVID-19. Apabila PSBB dianggap berhasil menekan kasus positif COVID-19, maka
relaksasi PSBB diperkirakan akan memperkuat realisasi ekspektasi konsumen yang terekam pada
April 2020.
Data SKBI menampilkan kredibilitas
yang tinggi. Bank Indonesia melakukan survey pada 4 600 rumah tangga yang
tersebar di 18 Kota, yaitu Jakarta, Bandung Bodebek, Semarang, Surabaya, Medan,
Makassar, Bandar Lampung, Palembang, Banjar Masin, Padang, Pontianak,
Samarinda, Manado, Denpasar, Mataram, Pangkal Pinang, Ambon dan Banten.
Populasi target sampelnya adalah konsumen menurut kelompok pengeluaran,
kelompok usia, dan tingkat pendidikan. Survey bulan April dilakukan dengan cara
phone survey, untuk menghindari
penyebaran COVID-19. Biasanya dilakukan dengan face to face interview. Data SKBI memiliki kekuatan untuk mereprensetasikan harapan dan ekspektasi ekonomi konsumsi Indonesia.
Tingkat keyakinan ekonomi konsumen,
dimulai dari Desember 2019, dua bulan setelah pelantikan Presiden Republik
Indonesia telah menampilkan penurunan. Tampilan ini unik. Mestinya
harapan dan keyakinan semakin kuat karena ada tata kelola negara yang fresh. Apakah mungkin masyarakat konsumen kita
sudah mulai melirik kejadian di China yang bertepatan pada akhir Desember 2019? Kemudian mereka berpikir, karena kekuatan ekonomi China cukup besar,
kemudian memiliki persepsi akan terjadi guncangan pada ekonomi dunia ? Membaca
perkembangan IKK Tahun 2019, sejak ramainya masa kampanye
presiden, yaitu dari bulan Juni hingga Oktober, optimisme ekonomi konsumen turun
terus menerus, meski masih tetap menampilkan optimimisme. Optimisme meningkat kembali
pada bulan Oktober dan Desember. Namun, Januari 2020, optimismenya mengerut
terus menerus, hingga per April 2020 tampaklah gambaran ekonomi yang kusam.
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia, www.bi.go.id
Gambar 1.
Perkembangan IKK, IKE dan IEK, Mei 2018 – April 2020
Perubahan persepsi dan ekspektasi
masyarakat konsumen sangat tergantung pada kebijakan relaksasi PSBB. Kapan PSBB
akan mulai direlaksasi? Ini adalah resiko yang besar bagi pemerintah. Kebijakannya
harus presisi, karena yang dihadapi adalah resiko jumlah yang terinfeksi dan kematian
warga negara. Untuk memperoleh sketsa jawabannya, kita dapat menggali informasi
dari perkiraan efektivitas PSBB di Provinsi Jawa Barat.
Provinsi Jawa Barat menerapkan PSBB
secara bertahap. Dimulai dari tanggal 15 April 2020 untuk Kabupaten Bogor,
daerah Kota Bogor, daerah Kota Depok, daerah Kabupaten Bekasi, dan daerah Kota
Bekasi. Kemudian per tanggal 06 Mei PSBB diberlakukan untuk seluruh Kabupaten
Kota. Kita dapat mengkaji efektivitasnya dari tanggal 06 Mei hingga data
terkini, yaitu per 14 Mei 2020.
Mencermati data yang diilustrasikan
pada Gambar 2 hingga 4, kita dapat melihat secara berurutan perkembangan jumlah
orang yang positif terinfeksi Covid-19 di Provinsi Jawa Barat, kemudian jumlah orang yang sembuh, dan
jumlah orang yang meninggal. Perkembangan jumlah orang yang positif terinfeksi menunjukkan peluang untuk meningkat. Bentuk kurva trendline polynomial pada tanggal 13 dan 14
Mei berbentuk huruf “U” yang memberikan indikasi kemungkinan peningkatan. Meski
demikian, Gambar 3 seolah mempertegas, bahwa ada kemungkinan jumlah orang yang
sembuh mengalami penurunan. Namun, Gambar 4 menampilkan menampilkan optimisme
bahwa ada peluang kasus kematian Covid-19 juga menurun.
Gambar 2.
Perkembangan Jumlah Orang Positif Terinfeksi, 01 – 14 Mei 2020
Gambar 3.
Perkembangan Jumlah Orang Sembuh, 01 – 14 Mei 2020
Gambar 4.
Perkembangan Jumlah Orang Meninggal, 01 – 14 Mei 2020
Untuk memperoleh gambaran bagaimana
besaran resiko positif terinfeksi untuk sembuh dan meninggal, kita dapat
melihat hubungannya secara terpisah. Gambar 5 dan 6 secara berututan
menampilkan scatter jumlah positif terinfeksi dengan jumlah orang yang
meninggal dan jumlah positif terinfeksi dengan jumlah orang yang sembuh.
Peluang orang untuk sembuh lebih
besar dari peluang kematian. Kecenderungan orang yang
meninggal akibat positif Covid-19 terlihat akan menurun. Konstantanya sebesar
minus 1,39. Namun ada indikasi bahwa setiap satu orang yang positif terinfeksi
peluang kematiannya akan meningkat 0,0287. Ini hanya gambaran kuantitatif saja yang sederhana.
Gambar 6 memberikan informasi bahwa kecenderungan orang yang sembuh ada
kemungkinan turun, dan setiap satu orang positif terinfeksi peluang sembuhnya
sebesar 0,16. Menggunakan bahasa statistic, kita dapat memetik informasi bahwa peluang
sembuh lebih besar dari peluang
kematiannya.
Gambar 5. Scatter
Jumlah Positif Terinfeksi dengan Jumlah Orang Meninggal, 01 – 14 Mei 2020
Sumber : https://pikobar.jabarprov.go.id/data. Hasil
pengolahan data.
Gambar 6. Scatter
Jumlah Positif Terinfeksi dengan Jumlah Orang Sembuh, 01 – 14 Mei 2020
Informasi efektivitas PSBB, contoh
kasus di Provinsi Jawa Barat, tampaknya belum dapat diyakini untuk merelaksasi
PSBB. Belum terlihat tanda-tanda yang jelas mengenai penurunan resiko positif
terinfeksi Covid-19. Data masih menampilkan kecenderungan peningkatan jumlah
orang yang positif terinfeksi. Apabila informasi ini sama dengan pemahaman
Provinsi Jawa Barat, maka peluang untuk merelaksasi PSBB akan menurun. PSBB
untuk menyelamatkan resiko meningkatnya jumlah kematian dan meningkatkan kesembuhan
dan menurunkan jumlah orang terinfeksi masih diperlukan di Provinsi Jawa Barat.
Peluang relaksasi PSBB tampaknya
masih memiliki resiko tinggi, meski dalam agendanya akan dilakukan tanggal 19
Mei 2020. Jika informasi remang-remang tersebut menjadi kebijakan untuk
memperpanjang PSBB, maka persepsi dan ekspektasi ekonomi masyarakat konsumen pada bulan Mei 2020,
sekurang-kurangnya di Provinsi Jawa Barat, mungkin akan sama dengan bulan
April 2020. Harapan pendapatan, ketersediaan lapangan kerja akan menurun. Namun,
argumentasi ini, perlu diakui, kurang memiliki kekuatan generalisasi, tapi
setidaknya kita membutuhkan informasi mengenai resiko terkecil akan keselamatan
manusia.
Ada kemungkinan bahwa argumentasi
terakhir menjadi pikiran pemerintah juga. Apabila relaksasi diperpanjang, maka
persepsi dan ekspektasi masyarakat konsumen akan semakin mengerut, atau harapan
ekonominya akan makin buram. Sebaran pikiran tersebut memiliki potensi untuk menimbulkan
gejolak sosial. Pemerintah mungkin akan menempatkan resiko gejolak sosial
secara seimbang dengan target penanganan Covid-19 ini melalui PSBB. Wallahualam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar